Imam Bukhari mempunyai nama asli Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah Al-Ju’fi Al-Bukhari. Karena mempunyai putra tertua yang bernama Abdullah, maka sebagaimana kebiasaan, beliau juga dikenal dengan julukan Abu Abdullah. Sedangkan nama beliau yang masyhur, Bukhari, hal ini dinisbatkan kepada desa tempat kelahiran beliau. Imam Bukhori dilahirkan pada hari Jum’at 13 Syawal 194 H (810 M), di desa Bukhara, Uzbekistan. Walau tak sepopuler anaknya, Ismail ayah Bukhari, termasuk ulama di bidang hadits. Sewaktu menunaikan ibadah haji, Ismail menyempatkan menemui Al-Imam Malik bin Anas, Al-Imam Abdullah bin Al-Mubarak dan lain-lain yang terkenal sebagai ulama ahli hadits pada masanya. Bukhari tak pernah mengenyam pendidikan dari ayahnya, karena dalam usia 5 tahun, ia telah yatim. Sejak kecil, Bukhari dibimbing dan dididik untuk mencintai ilmu, terutama melalui buku-buku peninggalan ayahnya sendiri. Disamping bersekolah sebagaimana anak muslim lainnya, di rumah ia menjadi kutu buku, berkat bimbingan ibunya. Di usia 10 tahun, Muhammad Bukhori yang ditopang kecerdasan dan daya ingat yang diatas rata-rata anak yang lain, mulai menghafal dan menganalisa hadits dengan antusias. Beberapa tahun kemudian, ia merasa kurang dengan sekedar berguru di desa dan menggali buku peninggalan ayahnya. Untuk mengurangi rasa penasarannya dan keinginan yang kuat untuk menambah ilmu, Muhammad Bukhori mulai mendatangi tokoh-tokoh ahli hadits di sekitar desanya. Dalam usia 16 tahun, nama Muhammad bin Ismail Al Bukhori mulai dikenal khususnya di kalangan ulama hadits sebagai pemuda yang cerdas. Saat itu ia telah banyak menghafal ayat-ayat suci Al-Qur’an (menurut sumber lain menghafal seluruhnya) dan menghafal beberapa buku hadits yang ditulis oleh Al- Imam Abdullah bin Al-Mubarak dan Al-Imam Waki’, yang terkenal sebagai ahli hadits pada masa itu. Pada tahun 210H (menurut riwayat lain 216H), Muhammad Bukhori diajak ibunya untuk pergi haji. Ia menyambut gembira ajakan ini, karena apa yang selama ini ia idam-idamkan, yaitu berkelana mencari para ulama ahli hadits akan menjadi kenyataan dengan kepergiannya ke Mekkah. Saat musim haji tiba, Muhammad beserta saudaranya, Ahmad, berangkat menuju Mekkah. Kepergiannya kali ini dapat dikatakan awal perjalanan pengembaraannya mencari hadits. Dan seperti yang telah diduga sebelumnya, ketika Ahmad dan ibunya kembali, Muhammad memilih untuk menetap lebih lama di Mekkah. Selama tinggal di Mekkah, Muhammad berguru kepada para ulama ahli hadits pada masa itu, seperti Al-Walid, Al-Azraqi, Ismail bin Salim dan lain-lain. Tak lama kemudian ia mengunjungi
Berawal dari Mekkah dan Madinah, akhirnya Muhammad memulai pengembaraan panjangnya menemui para ulama hadits. Pada masa itu, pencarian hadits hingga ke
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Imam Bukhari berkata : “Kutulis kitab ini dari 1.080 orang yang kesemuanya ahli hadits, dan kesemuanya mengatakan bahwa iman itu adalah kata dan perbuatan yang dapat bertambah dan berkurang. Kalau aku hendak menuliskan sebuah hadits di dalam kitab Shahih, maka sebelum memegang pena, aku mandi terlebih dahulu dan sholat 2 rakaat sebagai perwujudan rasa syukur kehadirat ilahi.” Pada masa berikutnya muncul ulama yang mensyarah (menerangkan maksud, memperjelas dan mengomentari) hadits yang termaktub di dalam kitab Shahih Bukhari. Hingga kini lebih dari 100 syarah telah disusun oleh para ulama. Dari sekian banyak syarah, yang terkenal diantaranya adalah : Fathu Al-Baari, oleh Syihabuddin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Hajar Al-’Asqalani (wafat tahun 853 H). Irsyadu As-Saari, oleh Ahmad bin Muhammad Al-Mishri Al-Qashthalani (wafat tahun 923 H). ‘Umdatu Al-Qaari, oleh Al-’Aini (wafat 855 H). At-Tawsyih, oleh Jalaluddin As-Suyuthi dan lain-lain. Dari semua kitab syarah yang ada, Fathu Al-Baari lah yang paling bagus, hingga digelari dengan “Raja Syarah Bukhari”. Selain syarah, masih terdapat beberapa kitab yang men-ta’liq (memberi komentar/penjelasan pada bagian-bagian tertentu). Dan ada juga yang meringkas atau yang biasa disebut dengan mukhtashar, seperti :
At-Tajridu As-Shahih, oleh Al-Husain bin Al- Mubarak (wafat tahun 631 H), At-Tajridu As-Shahih, oleh Ahmad bin Ahmad bin Abdul Latif Asy-Syiraji Az-Zabidi (wafat 983 H), dan lain-lain.
Kira-kira seabad setelah kitab Shahih Bukhari tersusun, muncullah segelintir ulama hadits yang mengkritik isi kitab tersebut. Diantaranya Al-Daaraqutni (wafat 385 H), Abu Ali Al-Ghassani (wafat 365 H), dan lain-lain. Kritikan para ulama ini (yang tertuju tidak lebih dari 100 hadits) dari sudut pandang ilmu-ilmu hadits, yang menurut mereka, terdapat juga di dalamnya (Shahih Bukhari) hadits yang dhoif. Namun 3 abad setelah kritikan diatas, justru muncullah ulama hadits yang membela dan membantah kritikan ulama sebelumnya. Bahkan Ibnu Shalah (wafat 643 H) mengomentari kitab Shahih Bukhari sebagai afshah al-kutub ba’da Al-Qur’an (kitab yang paling shahih /otentik setelah Al- Qur’an). Pendapat ini juga didukung oleh ulama setelahnya, seperti Imam Nawawi (wafat 852 H), Ibnu Hajar (wafat 852 H) dan lain-lain yang akhirnya menjadi kesepakatan jumhur ulama Ahlus Sunnah. Pada perkembangan selanjutnya, muncul bantahan atas kritik yang pernah ditujukan terhadap kitab Shahih Bukhari. Namun bersamaan dengan itu, muncul pula kritikan baru, baik dari para orientalis maupun umat Islam sendiri, seperti : Muhammad Al-Ghazali (bukan Imam Ghozali pengarang kitab Ihya, pen), Ahmad Amin, dan lain-lain. Yang perlu dicermati, terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara kritik ulama terdahulu dengan yang datang kemudian. Ulama terdahulu mengkritik dengan mengacu kepada ilmu-ilmu hadits, sedangkan pengkritik setelahnya dan terutama akhir-akhir ini, hanya berdasarkan logika atau juga akal mereka masing-masing. Diakui ataupun tidak, baik secara langsung maupun tidak, sedikit banyak mereka terpengaruh dengan para orientalis atau pola pikir mereka. Terhadap kritikan ulama terdahulu pun, yang mengkritik sesuai dengan ilmu-ilmu hadits, menurut penyelidikan ulama sesudahnya tidak terbukti. Karena mereka mengembalikan dan mencocokkan kembali terhadap hadits-hadits yang dikritik. Mereka berkesimpulan bahwa seluruh hadits yang terdapat di kitab Shahih Bukhari semuanya adalah shahih. Dan satu hal lagi yang perlu kita ingat, kepopuleran Shahih Bukhari bukan muncul begitu saja dan sejak semula, tapi justru setelah mendapat kritik. Dengan kata lain, julukan yang akhirnya menjadi kesepakatan jumhur ulama hadits ini, lahir setelah mendapat pengujian dan pengujian lagi. Dan tentu saja setelah terbukti kritikan yang diarahkan kepadanya adalah tak berdasar, atau juga tidak tepat. Dalam masalah ini, H. Ali Mustafa Yaqub didalam bukunya mengutip keterangan Imam Nawawi yang berkata : “Kritikan Daaraqutni dan yang lainnya itu hanyalah berdasarkan kritikan-kritikan yang ditetapkan oleh sejumlah ahli hadits yang justru dinilai lemah sekali ditinjau dari ilmu hadits.” Satu hal terpenting dalam urusan hadits adalah rawi atau periwayat suatu hadits. Dari puluhan ribu hadits Rasulullah SAW yang sampai pada kita, kesemuanya melalui rawi berantai hingga kepada Nabi SAW. Pada umumnya, seluruh sahabat menerima hadits dari Nabi SAW, namun berfariasi dalam jumlah. Hal ini dikarenakan sebagian dari mereka ada yang tinggal di desa, ada yang sering berniaga/bepergian, ada yang selalu meluangkan waktu di masjid dan lain-lain. Yang perlu kita ingat juga, hadits-hadits yang ada terbanyak diterima para sahabat dari ucapan atau tindakan Nabi yang disampaikan di berbagai tempat dan situasi. Sedang hadits yang diterima dalam suatu majlis resmi seperti khutbah Jum’at, ‘id dan sejenisnya adalah tergolong sedikit. Kesemua alasan diatas membuat mereka bervariasi dalam menerima jumlah hadits. Selain itu terdapat juga faktor-faktor tertentu yang membuat seseorang sahabat mendengar banyak hadits, diantaranya adalah : lebih dahulu masuk Islam, selalu menyertai Nabi, erat hubungannya dengan Nabi, kuat hafalannya, berusia lanjut sepeninggal Nabi, hingga mendengar juga hadits dari para sahabat dan lain-lain.
Dari sekian banyak Sahabat, yang terbanyak dalam meriwayatkan hadits adalah :
1. Abu Hurairah (19 SH - 59 H). Beliau meriwayatkan sebanyak 5.374 hadits, namun menurut penyelidikan terakhir, jumlah yang benar hanya 1.236. Sedang jumlah hingga lebih dari 5.000, termasuk jumlah jalur periwayatannya. Dari seluruh hadits yang diriwayatkannya, Imam Bukhari hanya mengambil 419 hadits (7,7% bila diyakini beliau meriwayatkan 5.374). Sedangkan prosentase hadits di kitab Shahih Bukhari yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah adalah sekitar 6%.
2. Abdullah Ibnu Umar (10 SH - 73 H). Beliau meriwayatkan sebanyak 2.630 hadits, dan diambil oleh Imam Bukhari sebanyak 249 hadits (9,4%).
3. Anas bin Malik (10 SH - 93 H). Beliau meriwayatkan 2.286 hadits, sedangkan yang diambil oleh Imam Bukhari sebanyak 248 hadits (10%).
4. Aisyah (9 SH - 58 H). Beliau meriwayatkan 2.210 hadits, 248 diantaranya diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
5. Abdullah Ibnu Abbas (3 SH - 68 H). Beliau meriwayatkan 1.660 hadits, sedangkan yang dirawatakan oleh Imam Bukhari sebanyak 195 (11,7%).
6. Jabir bin Abdullah (6 SH - 78 H). Beliau meriwayatkan 1.540 hadits, sedangkan yang dirawatakan oleh Imam Bukhari sebanyak 86 hadits (5,5%).
7. Abu Sa’id Al-Khudri (12 SH - 74 H). Beliau meriwayatkan 1.170 hadits, sedangkan yang dirawatakan oleh Imam Bukhari sebanyak 59 hadits (5%).
Ketujuh nama diatas, memang terkenal sebagai periwayat terbanyak, termasuk di dalamnya Shahih Bukhari. Sedangkan nama-nama yang lainnya yang juga diambil periwayatannya oleh Imam Bukhari diantaranya : Sayyidina Abu Bakar : 17 hadits, Sayyidina Umar : 60 hadits, Sayyidina Utsman : 11 hadits, Sayyidina Ali : 29 hadits, Abdullah Ibnu Mas’ud : 85 hadits, Abu Musa Al-Asy’ari : 53 hadits, Al-Barraa’ Ibnu ‘Azib : 38 hadits, Imaran Ibnu Hushain : 12 hadits, Hudzaifah bin Al-Yaman : 20 hadits, Abu Dzar Al-Ghifari : 14 hadits, Sa’ad bin Abi Waqqash : 20 hadits, Asma’ binti Abu Bakar : 28 hadits, Ummu Salamah : 16 hadits, Maimunah binti Al-Harits : 11 hadits dan nama-nama lainnya yang jumlahnya mencapai ratusan.
Diambil dari Sejarah Singkat Imam Bukhari dan Karyanya Shohih Bukhori, Habib Muhsin bin Muhammad Aljufri & Habib Abdurrahman Alhaddad.
Silakan mengutip dengan mencantumkan nama almihrab.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar