Kamis, 29 Januari 2009

Imam Syafi'i Ra

Nama aslinya Muhammad Abu Abdillah bin Idris bin Abbas bin Usman bin Syafi’i bin Saib bin Ubaid bin Abdul Yazid bin Hasyim bin Muththalib bin Abdi Manaf. beliau masih satu keturunan dengan Nabi Muhammad Saw dari moyangnya Abdi Manaf.

Sedangkan nama ibundanya adalah Fatimah binti Abdullah bin Al-Hasan bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Disaat ibunya mengandung Imam Syafi’i, disuat malam sang ibu bermimpi aneh; ada bintang kejora keluar dari kandungannya. Bintang itu terus naik ke angkasa, setelah sampai pada ketinggian tertentu bintang tersebut pecah. Pecahan-pecahan ini kemudian jatuh di tiap-tiap negeri besar. Selanjutnya bekas pecahan bintang tadi memancarkan sinarnya hingga dapat menerangi seluruh jagat raya. Setelah itu sang ibu bangun dengan terkejut. Pada pagi harinya, mimpinya itu diceritakan kepada seorang ahli tabir mimpi. Oleh sang tabir mimpi diterangkan bahwa ia akan melahirkan seorang putra yang hidupnya akan menerangi seluruh jagad dengan ilmu keagamaan yang dikuasainya. Maka pada bulan Rajab tahun 150 H / 767 M, lahirlah Imam Syafi’i di Khuzzah daerah palestina dengan diberi nama Muhammad. Imam Syafi’i lahir dalam keadaan yatim, karena bapaknya Idris meninggal dunia saat ibunya mengandung dirinya.

Sesudah kelahiran Imam Syafi’i, beberapa hari kemudian tersiar kabar bahwa Imam Abu Hanifah telah meninggal dunia dan dimakamkan di Rashafah, sebelah timur Baghdad. Menurut perhitungan Ahli Sejarah, bahwa anak yang lahir bertepatan dengan wafatnya seorang Imam Besar, maka anak tersebut kelak akan menggantikan kedudukan Imam Besar tadi. Dugaan ini terbukti setelah Imam Syafi’i beranjak dewasa.

Ramalan Rasulullah SAW terhadap kehebatan Imam Syafi’i

Rasulullah Saw telah meramalkan bahwa setelah beliau wafat nanti, ada seseorang yang sangat hebat, baik kecerdasan otaknya maupun kedalaman ilmunya yang akan menjadi Mujaddid dam islam serta sebagai penerus perjuangan Rasulullah SAW, dimana pemikirannya banyak dianut oleh umat.

Diantara Ramalan Rasullah tersebut adalah :

1. Jangan suka mencela suku bangsa Quraisy, karena sarjananya akan mengembangkan ilmu pengetahuannya ke seluruh muka bumi ini.

Ya Allah ! Engkau sudah menguji angkatan yang pertama dengan penderitaan, maka anugerahkanlah angkatan mendatang dengan rahmat kebahagiaan”( Ibnu Mas’ud )

2. Setiap seratus tahun sekali, Allah akan membangkitkan seorang pemimpin besar dari keturunanku, sebagai Mujaddid ( pembaharu ) yang akan memperbaharui keadaan umat dalam hal keagamaan. Adapun orang pertama adalah Umar bin Abdul Aziz, sedangkan pada abad kedua adalah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i.

Pendidikan dan kecerdasan Imam Syafi’i

Setelah Muhammad Abu Abdillah bin Idris Asy-Syafi’i berusia 2 tahun, beliau dibawa ibunya dibawa pulang ke Makkah, kembali ke rumah ayahnya yanf dekat Masjidil Haram. Dalam asuhan ibunya, beliau hidup sederhana, sebagai seorang anak yatim, yang ditinggal mati oleh bapaknya sebelum lahir. Penderitaan dan kesusahan hidupnya, malah memacu beliau menggunakan seluruh waktunya untuk ilmu ke islaman. Semangat belajarnya yang luar biasa, membuat beliau pada usia 9 tahun sudah hafal Al-Qur’an 30 juz. Kemudian beliau belajar di Masjidil Haram, dimana seluruh pelajarnya orang dewasa berjanggut, hanya beliau yang paling kecil dan paling muda. Di Masjidil Hara mini beliau mempelajari ilmu Fiqih, Hadits, Al-Qur’an, Bahasa dll. Setiap pelajaran yang diterimanya, beliau catat diatas tulang-belulang, pelepah daun kurma dan terkadang kertas-kertas bekas. Kemudian semua catatan tersebut beliau hafal berkat kejeniusan otak beliau. Imam Syafi’i membagi waktu malamnya menjadi tiga bagian. Sepertiganya untuk belajar, sepertga untuk beribadah dan sepertiga lagi untuk istirahat/tidur.

Imam Syafi’i berkelana menuntut ilmu.

Saat imam Syafi’i berumur 15 tahun, beliau sudah menjadi ulama besar, ilmunya setaraf seorang Mufti. Beliau sudah hafal kitab Al_Mawatha pada usia 10 tahun yang disusun oleh Imam Malik. Meskipun demikian, beliau merasa puas dan ingin memperdalam ilmunya; dan ingin belajar kepada Imam Malik. Keinginan belajar Imam Malik, beliau sampaikan kepada Gubernur Makkah. Mendengar hal tersebut, Sang Gubernur sangat gembira dan menyetujuinya. Kemudian ditulislah surat untuk Gubernur Madinah dan Imam malik bin Annas, yang maksudnya menitipkan Imam Syafi’i kepada mereka.kemudian surat tersebut diberikan kepada Imam Syafi’i untuk diserahkan kepada mereka.

Setelah sampai di Madinah, Imam Syafi’i langsung menyerahkan surat tersebut kepada Gubernur Madinah. Sesudah Gubernur membaca surat tadi, beliau sudah bisa memahami isinya; kemudian mengajak Imam Syafi’i pergi ke rumah Imam Malik.

Sesampai di rumah Imam Malik, maka diketuklah pintunya oleh sang Gubernur, tidak lama kemudian keluarlah pelayan dan menanyakan maksud kedatangannya. Maka sang Gubernur berkata :

“Katakanlah kepada Tuanmu, bahwa gubernur datang kemari”.

Kemudian pelayan tadi masuk kedalam, lama sekali pelayan tadi tidak muncul. Setelah keluar lagi, ia berkata :

“kata Majikan, jika tuan hendak menanyakan sesuatu masalah supaya ditulis saja diatas kertas, nanti tuan akan menerima jawabannya. Tetapi kalau tuan ada maksud lain, agar datang pada saat sang Imam memberikan ceramah”.

Mendengar jawaban dari pelayan tadi, Gubernur Madinah berkata kepada pelayan :

”Katakanlah kepada tuanmu, bahwa aku datang kemari dengan membawa surat dari Gubernur Makkah yang harus aku serahkan sendiri kepada beliau”.

Kemudian pelayan tadi kembali masuk kedalam, tidak lama kemudian ia keluar dengan membawa kursi. Selanjutnya keluarlah Imam Malik menemui Gubernur Madinah, maka sang Gubernur menyerahkan surat dari Gubernur Makkah kepada beliau. Sesudah membacara surat tersebut, Imam Malik Berkata:

”Subhanallah, masak orang yang hendak menuntut ilmu Rasulullah SAW harus dengan membawa surat perantara segala”.

Imam Syafi’i yang melihat Imam Malik tampak gusar, segera berkata :

”Semoga Allah SWT melimpahkan ketenangan hati Tuan”.

Selanjutnya Imam Syafi’i menceritakan asal usulnya dan maksud kedatangannya ke tempat Imam Malik.

Lalu Imam Malik bertanya :”Siapa namamu nak?”.

“Muhammad” jawab Imam Syafi’i.

lalu Imam Malik berkata :

”Wahai Muhammad, hendaknya engkau banyak berbakti kepada Allah SWT. Jauhilah segala bentuk kemaksiatan. Aku sangat mengagumimu, janganlah engkau sia-siakan harapanku ini dengan berbuat maksiat. Aku melihat pada dirimu ada harapan menjadi Orang besar”.

Mendengar perkataan Imam Malik demikian, maka Imam Syafi’i berkata:

”Mudah-mudahan Allah SWT mengabulkan dan terima kasih atas nasehat Tuan”. Selanjutnya Imam Malik berkata :

”besok datanglah kemari, dan engkau boleh membaca kitab Al-Muwatha”.

Imam Syafi’i lalu menjawab :

”sebenarnya aku sudah hafal seluruh isi kitab itu, Tuan Guru”.

“Kalau begitu, coba bacakan !” Kata Imam Malik.

Maka mulailah Imam Syafi’i membaca isi kitab Al-Muwatha dengan jelas dan lancar. Oleh karena beliau sudah terlalu lama membaca, tiba-tiba beliau menghentikan bacaannya, beliau khawatir kalau Imam Malik sudah bosan mendengarkannya. Tetapi justru Imam Malik memerintahkan beliau meneruskan bacaannya, seraya berkata :

”Teruskanlah nak, jangan berhenti membaca, sebab aku senang mendengar bacaanmu itu”.

Tidak terasa Imam Syafi’i mondok di rumah Imam Malik sudah delapan bulan lamanya. Selama itu beliau selalu mendampingi Imam Malik dalam pengajian di Masjid. Sudah banyak pelajaran dan ilmu yang beliau dapat dari imam Malik, sehingga beliau tampak semakin alim dan pandai. Maka tidak heran bila setiap habis Imam Malik memberikan ceramah kepada Umum, disuruhnya Imam Syafi’i mendikte kepada para jamaah yang hadir dalam majlis tersebut.

Dengan demikian, pengetahuan Imam Syafi’i semakin luas dan mendalam tentang kandungan isi kitab Al-Muwatha. Akhirnya beliau dikenal oleh banyak orang, tidak hanya terbatas pada masyarakat setempat, tetapi jiuga oleh ulama-ulama lain dari Iraq, Mesir dan sebagainya. Nama Imam Syafi’i semakin lama semakin masyhur dikalangan Ulama Fiqih dan Hadits. Meskipun demikian, Imam Syafi’i tetap berlaku tawadhu’ dan rendah diri, beliau masih merasa kurang ilmunya dan ingin terus belajar.

Perjalanan Imam Syafi’i ke Iraq

Di dalam majlis taklim tempat Imam Malik mengadakan pengajian, Imam Syafi’i banyak kenalan dengan ulama, juga mendengar nama-nama ulama besar dari negeri Iraq, seperti Imam yusuf, Imam Muhammad bin Hasan dan ulama-ulama besar lainnya. Akhirnya timbul hasrat di dalam hatinya ingin menemui dan belajar kepada mereka.

Pada saat Imam Malik sedang istirahat mengajar, beliau sampaikan hasratnya tersebut untuk memperdalam ilmunya di Iraq. Mendengar niat baik muridnya tersebut, Imam Malik sangat gembira dan merestuinya, bahkan beliau membekali Imam Syafi’i dengan 45 dinar dan diantarkannya sampai daerah Baqi’.

Setelah Imam Syafi’i sampai di negeri Iraq, maka yang pertama kali beliau lakukan adalah mengunjungi makam kakeknya, Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. Sesudah itu, beliau menuju ke Masjid besar yang dekat dengan kakeknya itu untuk melaksanakan shalat. Disanalah akhirnya beliau bertemu dengan Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad bin Hasan.

Selama di Iraq, Imam Syafi’i bertempat tinggal di Kuffah, di rumah Imam Muhammad bin Hasan dan mengajak beliau untuk menyalin beberapa kitabnya. Setelah dirasa cukup belajarnya dan pengabdiannya kepada gurunya Imam Muhammad bin Hasan; kemudian Imam Syafi’i meminta izin beliau untuk berkeliling ke negeri Persia dan sekitarnya untuk menambah ilmu pengetahuan lagi. Keinginan tersebut oleh gurunya Imam Muhammad bin Hasan disambut gembira dan direstuinya, bahkan beliau memberi Imam Syafi’i 3000 dirham sebagai bekal perjalanan menuju Persia.

Perjalanan Imam Syafi’i ke Persia.

Di negeri Persia ini, Imam Syafi’i berkelana selama 2 tahun untuk menemui beberapa Ulama setempat untuk belajar beberapa disiplin ilmu, terutama ilmu hadits, Fiqih dll. Beliau bisa memahami berbagai adat istiadat dari berbagai suku bangsa yang dijumpainya dan berjumpa dengan teman-temannya semasa belajar di Madinah. Dari mereka inilah, Imam syafi’i dapat memperoleh bantuan dan bekal yang cukup untuk mengembara di negeri Persia, juga cukup untuk bekal pulang ke Madinah.

Imam Syafi’i kembali ke Madinah

Sesudah dirasa cukup pengembaraannya dalam menuntut ilmu, beliau kemudian kembali ke Madinah untuk menghadap guru besarnya Imam Malik. Sesampai beliau di Madinah, bertepatan waktu A’shar. Sebagaimana biasanya sesudah shalat A’shar, Imam Malik langsung memberikan pengajian kepada para jamaah di Masjid Nabawi. Ketika Imam Malik sedang berceramah tiba-tiba tampak olehnya Imam Syafi’i dating, maka beliau menghentikan pengajiannya sementara dan langsung turun dari kursinya untuk menyambut kedatangan Imam Syafi’i. Karena rindunya terhadap muridnya yang sedang mengembara menuntut ilmu, beliau langsung memeluk Imam Syafi’i erat-erat.

Di Madinah, Imam syafi’i tinggal selama 4 tahun. Selama itu pula beliau terus menimba ilmu pengetahuan dari Imam Malik sampai sang guru meninggal dunia.

Menikah dengan cucu Sayyidina Usman bin Affan

Sebelum kembali ke Madinah, Imam Syafi’i juga pernah ke Yaman atas ajakan Gubernur Yaman, yang pernah berkenalan dengan Imam Syafi’i di Madinah dan mengagumi kepandaian beliau.

Di Yaman, beliau menikah dengan Hamidah binti Nafi’ yang merupakan cucu dari Sayyidina Usman bin Affan. Cinta kasih Imam Syafi’i begitu besar kepada istrinya yang memberikan 3 anak; satu putra dan dua putri. Anak beliau yang laki-laki diberi nama Abu Usman Muhammad, sedangkan dua ana perempuannya diberi nama Fatimah dan Zainab. Selama di Yaman, Imam Syafi’i mula-mula diangkat oleh gubernur Yaman sebagai penulis di kantor Gubernur; kemudian dipercaya sebagai Hakim karena sifatnya yang jujur dan adil.

Studinya dalam rangka penambahan ilmu juga berlangsung dengan sukses, beliau menambah dalam hal ilmu-ilmu umum seperti ilmu falsafah, kedokteran, astronomi dan berbagai disiplin ilmu lainnya.

Kesuksesan Imam syafi’i dalam menyelesaikan berbagai bidang ilmu ternyata mendatangkan fitnahan. Beberapa gelintir orang yang merasa iri kepadanya membuat fitnahan untuk menjatuhkan namanya. Mereka menuduhnya dengan tuduhan sebagai ketua partai Alawi dan melaporkannya kepada Khalifah Harun Ar-Rasyid, yang kemudian mengirim panglimanya untuk menyelidiki hal tersebut.

Celakanya panglima tersebut melaporkan kepada Khalifah bahwa Imam Syafi’i memang sedang giat-giatnya mengumpulkan massa untuk melawan pemerintah, melalui lidahnya sebagai senjata yang ampuh. Disarankan oleh panglima, jika Khalifah masih tetap ingin negeri Hijaz dibawah pemerintahannya, maka hendaknya kaum Alawiyin ditangkap dan dibawa ke Baghdad untuk diperiksa.

Maka Khalifah mengintruksikan kepada Gubernur Yaman supaya menangkap mereka dan membawanya ke Baghdad bersama Imam Syafi’i dengan tangan terbelenggu.

Akan tetapi setelah diperiksa, Imam Syafi’i dibebaskan dari segala tuduhan, hasutan dan fitnahan berkat ketangkasannya berbicara dan keteguhan tekadnya yang suci. Bahkan setelah pemeriksaan, beliau diberi uang 100 dinar oleh Khalifah. Tetapi uang tersebut dibagi-bagikan kepada pegawai istana.

Kemudian Imam Syafi’i menetap di Baghdad dan bergaul dengan para Ulama Baghdad, seperti Imam Waqi’, Imam Abu Usamah dll. Disamping itu beliau juga mengarang kitab Az-Za’faran dalam 40 jilid, berisi fatwa-fatwa dan pendapat-pendapatnya yang terkenal dengan “Qaul Qadim” ( pendapat lama ).

Perjalanan Imam Syafi’i ke Mesir

Perjalanan Imam Syafi’i ke Mesir untuk menimba ilmu dan menambah pengalaman kepada Ulama Mesir. Beliau tiba di Mesirpada tanggal 28 syawal 198 H. dan oleh wali negeri Mesir, beliau dijadikan tamu istimewa dan dipersilahkan tiggal di istana mereka; tapi permintaan ini beliai tolak secara halus, karena sebagai Ulama dan pemuka umat tidaklah baik untuk tinggal di istana, beliau merasa lebih enak tinggal bersama seorang familinya yang ada disana.

Setelah beliau bermukim di Mesir dan mempelajari adapt istiadat dan cara pergaulan orang Mesir, maka banyak pendapat beliau tentang permasalahan hokum muamalah, agak berubah cara pengupasannya dan cara memutuskan hukumnya. Bahkan dikala beliau memberikan pengajaran kepada para muridnya, senantiasa dengan tegas memberikan tuntunan untuk berpikir bebas dan merdeka dalam hal-hal baru yang berkaitan dengan muamalah dan kemasyarakatan. Antara lain beliau pernah berkata :

“Apabila saya menerangkan kepada kalian suatu dalil, yang akal pikiranmu tidak dapat menerimanya, maka janganlah kamu menerimanya. Karena memang pikiran itu sangat berhajat untuk kebenaran.”

Keseharian Imam Syafi’i

Meskipun telah mencapai kedudukan sebagai Imam besar, kehidupan keseharian Imam Syafi’i amat sedrhana, makan minum seadanya dan secukupnya. Cara berpakaiannya pun sederhana, yakni hanya bahan yang terbuat dari katun buatan Baghdad.

Di Mesir,setiap bulan Imam syafi’i mendapat subsidi dari Tuan putrid Nafisah dan kadang-kadang dari Permaisuri Almarhum Harun Ar-Rasyid, berupa pakaian dan uang. Tetapi semua itu selalu dibagikan kepada rakyat, sebagaimana biasanya kalau Imam Syafi’i menerima hadiah.

Kesederhanaan hidup yang dijalani Imam syafi’i adalah karena telah mencapai tingkat ketaqwaan yang tinggi, sehingga rasa takutnya kepada Allah mengalahkan keinginannya untuk menikmati kemewahan duniawi. Karena begitu takutnya kepada Allah, hingga Imam Syafi’i berusaha tidak berbuat suatu dosa ataupun kemungkaran.

Imam syafi’i juga terkenal dermawan; dulu ketika pulang dari merantaunya di Yaman untuk kembali ke kota kelahirannya, Makkah, Imam Syafi’i membawa uang 10.000 dirham hadiah Khalifah. Setibanya di Makkah, beliau langsung mendirikan kemah di luar kota dan banyak sekali orang yang mengunjungi , untuk menyambut kepulangannya. Dan uang yang 10.000 dirham pun habis dibagi-bagikan, tiada yang tersisa sedikitpun juga.

Begitulah Imam Syafi’i sang pendiri Mazhab ortodoks terbesar, hingga disebut sebagai ahli Theologi islam terbesar hingga saat ini. Pertama-tama Imam Syafi’i adalah sebagai pengikut Mazhab Maliki di Hijaz dengan berdasarkan kesetiaannya terhadap hadits, kemudian Imam Syafi’i mendirikan Mazhabnya dengan menggabungkan antara Mazhab Maliki yang bergantung kepada hadits Nabi Saw dan Mazhab Hanafi yang lebih menjurus kepada rasionalisme, di Iraq.

Wafatnya Imam Syafi’i

Lima tahun lebih Imam Syafi’i tinggal di Mesir, setelah itu beliau mulai sakit-sakitan. Imam Syafi’i mempunyai penyakit wazir yang parah di usia lanjutnya.

Ketika Imam Syafi’i telah merasa ajalnya sudah dekat, beliau berpesan kepada keluarganya, bila beliau mati, keluarganya supaya menghadap kepada Gubernur agar mau memandikan jenazahnya. Setelah Imam Syafi’i wafat, maka amanat itu dilaksanakan.

Imam Syafi’i wafat di Mesir pada tahun 204 H / 784 M dalam usia 54 tahun.. pada waktu keluarganya menghadap Gubernur, ditanyakan kepada mereka :”Adakah Tuan Guru Imam Syafi’i meninggalkan hutang ?” “Ada”. “Ini, terimalah untuk menutup semua hutangnya dan inilah maksud permintaan beliau supaya saya memandikan jenazahnya!” kata Gubernur.

Imam Syafi’i dan Qiyas

Imam Ahmad bin Hanbal berkata :

” Saya pernah bertanya kepada Imam Syafi’i tentang Qiyas”.

yang dijawabnya dengan :

”Hanya dalam keadaan darurat”.

Imam Syafi’i berkata :

”Saya tidak meninggalkan Sunnah Rasul SAW untuk menetapkan hukum Qiyas, sebab tidak mungkin ada hukum Qiyas disamping Sunnah Rasul SAW!”.

Dalam menetapkan hukum Qiyas, Imam Syafi’i membatasi diri hanya suatu hal yang berkaitan dengan urusan keduniaan ( muamalah ) saja, yang hukumnya tidak ada dalam AlQur’an dan hadits nabi, begitu pula tidak ada dalam Ijma’ Sahabat.

Dasar – dasar Mazhab Syafi’i

Di dalam berijtihad, Imam Syafi’i berpedoman kepada :

1. Al Qur’an

2. Hadits Nabi.

3. Ijma’ Sahabat

4. Qiyas

5. Istidlal ( mengambil dalil – dalil / keterangan – keterangan berdasarkan hukum – hukum agama lain / kitab-kitab suci.)

Hasil karya Imam Syafi’i

Beberapa hasil karya Imam Syafi’i diantaranya adalah hasil karya monumental yang telah beberapa kali cetak ulang di Mesir sebagai pedoman dasar Mazhabnya. Beberapa hasil karya Imam Syafi’i tersebut antara lain :

1. Al – Jadid, terdri 20 jilid.

2. Al – Um, kitab yang bernilai tinggi dan amat besar gunanya.

3. Al – Imalus-Shagir.

4. Al – Amali Al – Kubra.

5. Mukhtasar Arrabi’.

6. Mukhtasar Al – Muzni.

7. Mukhtasar Al – Buaithi.

8. Kitabur Risalah.

9. Kitabur Jizyah.

Masih banyak lagi kitab-kitab karangannya tentang Tafsir dan Kesusasteraan.namun diantara kebesaran Imam Syafi’i yang menonjol adalah susunannya tentang ilmu ushulul fiqih, yakni termuat dalam kitab Ar-Risalah ( kitabur risalah ) yang amat tersohor.

Daerah penyebaran Mazhab Syafi’i

1. Mesir sebagai daerah perkembangannya.

2. Iraq.

3. Baghdad.

4. Khurasan ( Persia )

5. Daghistan.

6. Toran.

7. Syiria.

8. Andalusia.

9. Yaman

10. Hijaz

11. Iran

12. India

13. Indonesia.

Wasiat dan Nasihat Imam Syafi’i

  • Seseorang yang mencoba melakukan apa-apa yang dilarang Allah swt selain dosa syirik, masih lebih daripada dia berfikir dengan pandangan ilmu kalam.

  • Jika aku melihat seseorang yang ahli hadits, seakan-akan aku melihat seseorang dari sahabat Nabi saw. Mereka telah menjaga untuk kita keaslian sunnah Nabi Muhammad saw, maka mereka berhak mendapat pujian dari kita. Kalian harus berpegang kepada para ahli hadits, karena mereka adalah manusia yang paling banyak membawa kebenaran. Dan fiqih adalah tuannya ilmu, karena dengannnya hadits dapat dipahami.

  • Tujuan dari ilmu adalah mengamalkannya, maka ilmu yang hakiki adalah yang terefleksikan dalam kehidupannya, bukannya yang bertengger di kepala.

  • Satu hal yang dapat menyia-nyiakan orang yang berilmu dan yang dapat menghilangkan posisinya sebagai seorang ‘alim adalah ketika ia tidak mempunyai kawan.

  • Jangan sekali-kali kamu tinggal di suatu Negara atau tempat yang yang disana tidak ada orang yang ahli dibidang fiqih sebagai tempat kamu untuk menanyakan masalah agama, dan juga tidak ada dokter yang dapat menjelaskan kondisi kesehatanmu.

  • Tidak ada satupun ilmu yang ingin aku pelajari setelah aku memahami tentang masalah halal dan haram, kecuali ilmu kedokteran, tapi mengapa kita jauh terbelakang dibanding dengan orang-orang nasrani?

  • Jika engkau melihat seseorang berjalan di atas air dan bisa terbang di udara, maka janganlah kehebatan itu menjadikan kalian lengah dan terheran-heran kepadanya sampai kamu mengetahui secara persis atas apa yang di kerjakannya itu berlandaskan pada Al-ur’an dan as-sunnah.

  • Jika rasa ujub menghinggapi aktifitasmu, maka lihatlah keridhaan siapa yang kau harapkan, pahala mana yang kau suka, sanksi mana yang kau benci. Maka jika engkau memikirkan satu di antara kedua hal ini, niscaya akan hadir di depan matamu apa yang sudah kamu lakukan.

  • Tawadhu’ adalah perkara yang sangat diidam-idamkan. Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah mereka yang tidak melihat kedudukannya sendiri. Akan tetapi tawadhu’ dihadapan orang yang tidak bisa menghargai orang lain merupakan bentuk kezhaliman terhadap diri sendiri.

  • Menghindarkan telinga dari mendengar hal-hal yang tidak baik merupakan suatu keharusan, sebagaimana seseorang mensucikan tutur katanya dari ungkapan buruk.

  • Kedermawanan dan kemuliaan adalah dua hal yang dapat menutupi aib.

  • Kesabaran adalah akhlak mulia, yang dengannya setiap orang dapat menghalau segala rintangan.

  • Takabur ( sombong ) adalah akhlak tercela.

  • Bid’ah itu terbagi menjadi dua macam : segala sesuatu yang baru dan tidak sejalan dengan kitab, sunnah, atsar, ijma’ itu merupakan bid’ah dhalalah ( bid’ah yang sesat ). Sementara jika sesuatu yang baru itu tidak berseberangan dengan Al-Qur’an, hadits, atsar dan ijma’, maka sesuatu yang baru itu disebut bid’ah hasanah ( bid’ah yang baik ).

  • Cukuplah ilmu itu menjadi keutamaan bagi seseorang, ia bangga manakala disebut sebagai orang berilmu. Ia juga disebut bodoh manakala meninggalkan bagian dari pengetahuannya, dan jika kata bodoh itu ditujukan kepadanya, tentu ia akan marah.

  • Pekerjaan terberat itu ada tiga ; Sikap dermawan di saat dalam keadaan sempit; Menjauhi dosa di kala sendiri; Berkata benar di hadapan orang yang ditakuti.

  • Barangsiapa yang ingin menjadi seorang pemimpin, niscaya kedudukan yang didambakannya itu akan meninggalkannya, dan jika ia telah menduduki jabatan, maka ia akan ditinggalkan banyak ilmu.

  • Yang paling nampak pada diri manusia adalah kelemahannya, maka barangsiapa melihat kelemahan dirinya sendiri, ia akan menggapai keistiqamahan terhadap perintah Allah swt.

  • Dunia adalah tempat yang licin nan menggelincirkan, rumah yang hina, bangunan-bangunannya akan runtuh, penghuninya akan beralih ke kuburan, perpisahan dengannya adalah sesuatu keniscayaan, kekayaan di dunia sewaktu-waktu bisa berubah menjadi kemiskinan, bermegah-megahan adalah suatu kerugian, maka memohonlah perlindungan Allah swt, terimalah dengan hati yang lapang segala karunia-Nya. Jangan terpesona dengan kehidupanmu di dunia sehingga meninggalkan kehidupan Akhirat. Ketahuilah, sesungguhnya hidupmu di dunia akan sirna, dindingnya juga miring dan hancur, maka perbanyaklah perbuatan baik dan jangan terlalu banyak berangan-angan.

  • Menganggap benar dengan hanya satu pandangan merupakan suatu bentuk ketertipuan. Berpegangan dengan suatu pendapat itu lebih selamat daripada berkelebihan dan penyesalan. Melihat dan berpikir, keduanya akan menyingkap keteguhan hati dan kecerdasan. Bermusyawarah dengan orang bijak merupakan bentuk kemantapan jiwa dan kekuatan mata hati. Maka, berpikirlah sebelum menentukan suatu ketetapan, atur strategi sebelum menyerang, dan musyawarahkan terlebih dahulu sebelum melangkah maju ke depan.

  • Kebaikan itu ada di lima perkara : kekayaan hati, bersabar atas kejelekan orang lain, mengais rezeki yang halal, taqwa, dan yakin akan janji Allah swt.

  • Pilar kepemimpinan itu ada lima : perkataan yang benar, menyimpan rahasia, menepati janji, senantiasa memberi nasihat dan menunuaikan amanah.

  • Keluarga manapun yang wanita-wanitanya tidak pernah bertemu dengan laki-laki yang bukan anggota keluarga, dan laki-lakinya tidak pernah bertemu dengan wanita-wanita yang bukan dari keluarganya, niscaya akan ada dari anak-anak mereka yang bodoh.

  • Keridhaan semua manusia adalah satu hal yang mustahil untuk dicapai, dan tidak ada jalan untuk terselamatkan dari lidah mereka, maka lakukanlah apa yang bermanfaat untuk dirimu dan berpegang teguhlah dengannya.

  • Kesia-siaan seorang Alim adalah ketika dia tidak mempunyai kawan, dan kesia-siaan seorang yang bodoh adalah pikirannya yang dangkal. Dan yang lebih sia-sia dari keduanya adalah seorang yang punya kawan namun tak berakal.

  • Barangsiapa yang dipancing untuk marah, namun ia tidak marah, maka dia tak ubahnya keledai, dan barangsiapa yang diminta keridhaannya namun tidak ridha, maka dia adalah syetan.

  • Terimalah dariku tiga hal :

    1. Jangan berbicara panjang lebar tentang sesuatu yang tidak baik perihal Sahabat Rasulullah saw, karena kelak Rasulullah saw nantinya yang akan menjadi seterumu.
    2. Janganlah kamu sibukkan dirimu dengan ilmu kalam, sesungguhnya aku telah melakukan kajian dengan ahli ilmu kalam dan mereka telah melakukan ta’thil ( meniadakan sifat Allah swt ).
    3. Dan jangan menyibukkan dirimu dalam nujum ( ramalan dengan bintang ).

  • Kenyang itu akan membuat badan jadi berat, mengeraskan hati, menghilangkan kecerdasan, mengajak tidur dan melemahkan ibadah.

  • Engkau harus berlaku Zuhud, sesungguhnya zuhudnya orang yang zuhud itu lebih baik dari perhiasan yang ada pada tubuh wanita yang menawan.

  • Dasar ilmu adalah kemantapan dan buahnya adalah keselamatan. Dasar Wara’ ( menjaga diri dari sesuatu yang meragukan ) adalah Qona’ah ( menerima karunia Allah swt dengan dada yang lapang ) dan buahnya adalah ketenangan batin. Dasar Kesabaran adalah keteguhan hati dan buahnya adalah kemenangan. Dasar suatu Aktifitas adalah Taufiq ( pertolongan Allah swt ) dan buahnya adalah kesuksesan. Dasar Tujuan akhir dari segala Perkara adalah Shidiq ( benar ).

  • Terlalu keras dan menutup diri terhadap orang lain akan mendatangkan musuh, dan terlalu terbuka juga akan mendatangkan kawan yang tidak baik, maka posisikan dirimu di antara keduanya.

  • Jadikanlah diam sebagai sarana atas pembicaraanmu, dan tentukan sikap dengan berfikir.

  • Manusia yang paling tinggi kedudukannya adalah mereka yang tidak melihat kedudukan dirinya, dan manusia yang paling banyak memiliki kelebihan adalah mereka yang tidak melihat kelebihan dirinya.

  • Jika engkau mendengar sesuatu yang engkau benci tentang sahabatmu, maka jangan tergesa-gesa untuk memusuhinya, memutus tali persahabatan, dan kamu menjadi orang yang telah menghilangkan suatu keyakinan dengan keraguan. Tetapi temuilah dia! Dan katakan kepadanya, “Aku mendengar kamu melakukan ini dan itu….?” Tentunya dengan tanpa memberitahukan kepadanya siapa yang memberi informasi kepadamu. Jika ia mengingkarinya, maka katakana kepadanya, “Kamu lebih jujur dan lebih baik”, cukup kalimat itu saja dan jangan menambahi kalimat apapun. Namun jika ia mengakui hal itu, dan ia mengemukakan argumentasinya akan hal itu, maka terimalah.

  • Sesungguhnya Hasad itu terlahir dari suatu kehinaan, lekatnya tabiat, perubahan struktur tubuhnya, runtuhnya temperatur tubuh dan lemahnya daya nalarnya.

  • Orang yang paling Zhalim adalah mereka yang melakukan kezhaliman itu pada dirinya sendiri. Bentuk kezhaliman itu adalah :
    1. orang yang bersikap tawadhu’ ( rendah hati ) di depan orang yang tidak menghargainya.
    2. menumpahkan kasih sayangnya kepada orang yang tidak ada nilai manfaat.
    3. mendapat pujian dari orang yang tidak dikenalnya.

  • Siapa yang menginginkan khusnul khotimah dipenghujung umurnya, hendaknya ia berprasangka baik kepada manusia.

  • Bersihkan pendengaran kalian dari hal-hal yang tidak baik, sebagaimana kalian membersihkan mulut kalian dari kata-kata kotor, sesungguhnya orang yang mendengar itu tidak jauh berbeda dengan yang berucap. Sesungguhnya orang bodoh itu melihat sesuatu yang paling jelek dalam dirinya, kemudian ia berkeinginan untuk menumpahkannya dalam diri kalian, andaikan kalimat yang terlontarkan dari orang bodoh itu dikembalikan kepadanya, niscaya orang yang mengembalikan itu akan merasa bahagia, begitu juga dengan kehinaan bagi orang yang melontarkannya.

  • Orang yang mengkaji ilmu faraid, dan sampai pada puncaknya, maka akan tampil sebagai sosok orang yang ahli berhitung. Adapun ilmu hadits, itu akan tampak nilai keberkahan dan kebaikannya pada saat tutup usia. Adapun ilmu fiqih merupakan ilmu yang berlaku bagi semua kalangan baik muda maupun yang tua, karena fiqih merupakan pondasi dasar dari segala ilmu.

  • Di antara orang yang tidak mempunyai harga diri adalah mereka yang dengan mudahnya memberitahukan usianya kepada orang lain, karena kalau usianya lebih muda, tentu mereka akan menganggapnya rendah dan jika usianya lebih tua, tentu mereka akan beranggapan bahwa ia sudah pikun.

  • Peranti terbentuknya harga diri itu ada empat : kemuliaan akhlak, kedermawanan, sikap santun dan ibadah ( yang istiqamah ).

  • Tidak termasuk saudaramu orang yang senang mencari muka di hadapanmu.

  • Tidak ada seorangpun yang hidup dengan tanpa adanya orang yang dicintai dan orang yang dibenci, kalau memang demikian realitasnya, maka hendaknya ia senantiasa bersama orang-orang yang taat kepada Allah swt.

  • Jika telah ada akar yang tertanam dalam kalbu, maka lidah akan berperan sebagai pemberi kabar cabangnya.

  • Karakter umum manusiaadalah pelit, termasuk hal yang menjadi kebiasaannya adalah apabila ada orang yang mendekatinya, maka ia akan menjauhinya, dan apabila ada orang yang menjauh darinya, iapun akan mendekati orang itu.

  • Siapa yang memberi nasehat saudaranya di tempat yang sunyi, maka ia telah melakukan perbaikan pada dirinya, dan siapa yang memberi nasehat saudaranya di tempat keramaian, sesungguhnya ia membuka aib dan menghianatinya.

  • Seorang bijak menulis kepada seorang bijak lainnya : “wahai saudaraku, engkau telah dianugerahi ilmu, maka janganlah kamu kotori ilmumu dengan gelapnya dosa, sehingga kamu berada dalam kegelapan di saat para ahli ilmu berjalan dengan suluh ilmunya.

  • Barangsiapa menghendaki akhirat, maka hendaknya ia ikhlas dalam mencari ilmu.

  • Kepandaian itu ada dalam masalah agama, bukan dalam masalah keturunan, kalau saja kepandaian diukur dalam masalah keturunan, maka tak ada satu orang pun yang cakap seperti Fatimah putri Rasulullah saw dan putri-putri beliau yang lain.

  • Tidak ada orang yang mencari ilmu yang disertai dengan kemalasan; dan kekayaan menjadikan seseorang beruntung, namun keberuntungan itu akan melekat dalam diri orang yang senantiasa mencari ilmu dengan disertai semangat yang tinggi dan prihatin sreta bersanding selalu dengan Ulama.

  • Ilmu tidak akan dapat diraih kecuali dengan ketabahan.

  • Janganlah kamu berkonsultasi kepada orang yang di rumahnya tidak terdapat makanan, karena hal tersebut menandakan tidak berfungsinya akal mereka.

  • Bukanlah orang yang berakal itu manakala dihadapkan kepadanya perkara yang baik dan perkara yang buruk, lantas ia memilih yang baik, akan tetapi dikatakan orang berakal apabila dihadapkan kepadanya dua hal yang buruk lantas ia memilih yang paling ringan keburukannya di antara keduanya.

  • Besarnya rasa takut itu sesuai dengan kapasitas ilmunya. Tiada seorang alim pun yang ia takuti kecuali kepada Allah swt. Yang merasa aman akan mara Allah swt, dialah si-jahil. Yang merasa takut akan marah Allah swt, dialah si-arif.

  • Andaikan semua manusia memikirkan kandungan isi surah al-Ashr, tentu mereka akan merasa cukup dengannnya.

  • Kalau aku melihat orang yang suka mengikuti hawa nafsunya, walaupun ia berjalan di atas air, aku tidak akan menemuinya.

  • Barangsiapa mempelajari Al-Qur’an, maka mulia nilainya. Barangsiapa berbicara tentang fiqih, maka akan berkembang kemampuannya. Barangsiapa menulis hadits, maka akan kuat hujjahnya. Barangsiapa mengkaji bahasa, maka akan lembut tabiatnya. Barangsiapa mengkaji ilmu hitung, maka akan sehat pikirannya. Barangsiapa tidak menjaga jiwanya, maka ilmunya tidak akan berguna baginya.

  • Perdebatan dalam agama akan mengeraskan hati dan menimbulkan rasa dendam.

  • Tiada aib dalam diri Para Ulama yang lebih buruk dari kesenangan mereka terhadap apa yang Allah swt perintahkan kepada mereka untuk berlaku zuhud terhadapnya.

  • Setiap orang yang berbicara dengan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Al-Hadits itulah orang orang yang bersungguh-sungguh, sementara orang yang berbicara dengan tanpa landasan dari keduanya itu merupakan bualan saja.

  • Pondasi dasar adalah Al-Qur’an dan as-Sunnah. Jika tidak didapati dari keduanya, maka Qiyaslah berlaku. Jika hadits itu shahih, itulah yang disebut sunnah. Ijma’ itu lebih bisa dipertanggung jawabkan daripada hadits ahad. Yang diambil dari hadits itu adalah teksnya, namun jika hadits tersebut mengandung banyak penafsira, maka carilah yang mendekati makna teksnya.

  • Mencari ilmu lebih utama daripada shalat sunnah. Mempelajari hadits itu lebih baik daripada shalat tathawwu.

  • Ilmu terbagi dua ; ilmu kesehatan dan ilmu agama. Yang dimaksud dengan ilmu agama disini adalah ilmu fiqih, sementara ilmu kesehatan adalah ilmu kedokteran.

  • Orang yang pandai akan bertanya tentang apa yang ia ketahui dan tidak ia ketahui. Dengan menanyakan apa yang ia ketahui, maka ia akan semakin mantap, dan dengan menanyakan apa yang belum ia ketahui, maka ia akan menjadi tahu. Sementara orang bodoh itu meluapkan kemarahannya karena ( sulitnya ) ia belajar, dan tidak menyukai pelajaran.

  • Sejelek-jelek bekal menuju ke alam akhirat adalah permusuhan dengan sesamanya.

  • Kaji dan dalamilah sebelum engkau menduduki jabatan, karena kalau engkau telah mendudukinya, maka tidak ada kesempatan bagimu untuk mengkaji dan mendalaminya.

  • Pelajarilah dengan teliti suatu pengetahuan, agar engkau tidak kehilangan kedalaman arti kandungannya.

  • Pesona para ulama adalah jiwa yang mulia dan sebagai penghias pengetahuan yang dimilikinya adalah wara’ ( menjauhkan diri dari sesuatu yang belum jelas ) dan berlaku bijak.

  • Siapa yang merasa bahwa dalam dirinya terkumpul dua cinta, cinta dunia dan cinta kepada penciptanya, maka ia telah berdusta.

  • Ketahuilah bahwa orang yang jujur kepada Allah swt, ia akan selamat. Barangsiapa yang bersemangat dengan agamanya, ia pun akan selamat dari kerusakan, dan barangsiapa yang berlaku zuhud dengan urusan dunianya, niscaya kelak pahala Allah swt, akan nampak indah di matanya.

  • Barangsiapa terkumpul dalam dirinya tiga sifat, maka imannya telah sempurna : orang yang menyeru kepada kebaikan dan dia juga melaksanakannya, melarang pada perbuatan buruk dan dia tidak melakukannya serta menjaga aturan-aturan yang telah Allah swt tetapkan.

  • Berlakulah zuhud dalam menjalani hidup di dunia, dan cintailah kehidupan akhirat dan barangsiapa harum bau ( badan )nya, maka kecerdasannya akan semakin bertambah.

  • Suatu keharusan bagi orang yang ‘alim adalah zikir dari setiap aktifitasnya yang dengannya akan terjalin komunikasi antara dirinya dengan Allah swt.

  • Jikalau seseorang dari kalian berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai keridhaan setiap orang, niscaya ia tidak akan menemukan jalannya; maka hendaklah seorang hamba mengikhlaskan amalannya ke haribaan Allah swt.

  • Tidak ada yang tahu tentang riya, kecuali orang yang ikhlas.

  • Tak pantas, siapapun mengatakan halal haram dan haram kecuali berlandaskan pada pengetahuan. Dan ilmu itu adalah apa yang yang tertulis dalam Al-Qur’an, hadits, ijma’ ataupun qiyas. Dari dasar inilah kesemuanya akan terungkap maknanya.

  • Keutamaan itu ada empat :

Pertama : hikmah, dan penopangnya adalah pemikiran.

Kedua : iffah ( menjaga harga diri ), dan penopangnya adalah syahwat.

Ketiga : kekuatan, penopangnya adalah kemarahan.

Keempat : adil, penopangnya adalah kekuatan jiwa.

· Kefaqiran Ulama adalah ikhtiar ( usaha ) dan kefaqiran orang-orang bodoh adalah goncangan jiwanya.

· Barangsiapa yang tidak dimuliakan karena ketaqwaannya, maka dia tidak memiliki harga diri.

· Mencari-cari kelebihan materi di dunia adalah hukuman yang Allah swt timpakan kepada ahli Tauhid.

· Barangsiapa benar dalam berukhuwah dengan saudaranya, maka kekurangannya akan diterima, kelemahannya akan ditutup dan kesalahan-kesalahannya dimaafkan.

· Barangsiapa mengadu domba untuk kepentinganmu, maka dia akan mengadu domba dirimu; dan barangsiapa menyampaikan fitnah kepadamu, maka ia akan memfitnahmu.

· Barangsiapa jika engkau menyenangkannya, dia berkata : pada dirimu ada yang bukan milikmu. Begitu juga ketika kau membuatnya marah, dia berkata : pada dirimu ada yang bukan milikmu.

· Tak akan sempurna ( akal ) seorang laki-laki, kecuali dengan empat hal; beragama, amanah, pemeliharaan dan penjagaan diri, serta ketenangan dan ketabahan.

· Rendah hati adalah akhlaqnya mulia, sedang kesombongan adalah kebiasaan orang tercela. Rendah hati akan menumbuhkan kecintaan dan lapang dada menerima pemberian Allah swt akan melahirkan ketenangan jiwa.

· Andaikan aku ditakdirkan mampu menyuapkan ilmu kepadamu, pasti kusuapi engkau dengan ilmu.

· Aku akan merasa bahagia, jika semua orang mempelajari ilmu ini, dan sama sekali tidak menyandarkannya padaku.

· Betapa aku senang, jika semua ilmu yang aku ketahui dimengerti oleh semua orang, maka dengannya aku mendapat pahala, meskipun mereka tidak memujiku.

· Menuntut ilmu membutuhkan tiga hal : memiliki keterampilan, umur ( waktu ) yang panjang dan mempunyai kecerdasan.

· Sebaik-baik harta simpanan adalah taqwa, dan sejelek-jeleknya adalah sikap permusuhan.

· Siasat manusia jauh lebih dahsyat dari siasat binatang.

· Orang yang berakal adalah mereka yang dapat menjaga dirinya dari segala perbuatan tercela.

· Seorang hamba yang terjatuh pada perbuatan dosa selain dosa syirik itu lebih baik daripada ia terkungkung oleh hawa nafsunya.

· Barangsiapa yang dirinya terkalahkan oleh kuatnya syahwat dunia, maka ia akan senantiasa menjadi budak ahli dunia; dan barangsiapa yang qana’ah ( menerima karunianya dengan lapang dada ) maka akan hilang ketundukannya pada dunia.

· Tiada kebahagiaan yang menyamai persahabatan dengan saudara yang satu keyakinan, dan tiada kesedihan yang menyamai perpisahan dengan mereka.

· Berapa banyak orang yang telah berbuat kebajikan kepadamu yang membuatmu terbelenggu dengannya, dan berapa banyak orang yang memperlakukanmu dengan kasar dan ia memberi kebebasan kepadamu.

· Barangsiapa yang menghargai dirinya melebihi kapasitasnya, maka Allah swt akan mengembalikannya kepada nilai sesungguhnya dalam dirinya.

· Barangsiapa berhias diri dengan kebatilan, maka Allah swt akan membuka penutup kejelekannya.

· Hendaklah ada bersama ahli fiqih seorang yang bodoh, sehingga ia dapat memberi pelajaran kepadanya.

· Yang menjadi pengganti Nabi Muhammad saw itu ada lima : Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq, Sayyidina Umar bin Khattab, Sayyidina Utsman bin Affan, Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidina Umar bin Abdul Aziz.

· Barangsiapa yang ditertawakan karena suatu masalah, maka ia tidak akan pernah melupakan masalah tersebut.

· Tingkat tertinggi para Ulama adalah ketaqwaan, perhiasan mereka adalah akhlaq mulia dan pesona mereka adalah jiwa yang agung.

· Jika kalian melihat kitab yang didalamnya ada catatan tambahan dan perbaikan, maka lihatlah kebenaran yang ada didalamnya.

· Mereka yang menguasai bahasa arab adalah jin yang berupa manusia, mereka melihat apa yang tidak dilihat orang lain.

· Sesungguhnya akal itu punya batas maximal, sebagaimana mata juga mempunyai batas pandang maximal.

· Orang yang selalu menjaga dirinya akan senantiasa bersungguh-sungguh.

· Pertolongan adalah zakatnya muru’ah.

· Jika terdapat banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, maka mulailah dari yang terpenting dan mendesak.

· Barangsiapa menyimpan rahasianya, maka kebaikan ada di tangannya.

· Siapa yang menghendaki kehidupan dunia, maka harus disertai dengan ilmu; dan siapa menghendaki akherat, juga harus dengan ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar